1.Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Lampung
2.
Ketua Forum Pembelaan Ibu dan Anak– Cabang Lampung
3.Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Cabang Lampung

Selasa, 24 September 2013

Anak dan Egonya

Sering para orang tua mengalami hal-hal menjengkelkan dari perilaku anak. Biasanya orang tua akan mengingatkan pelan-pelan, bila si anak masih tidak menurut, ia akan berusaha membujuk. Lalu mereka akan mulai berdebat, bila orang tua sudah tidak mampu mengendalikan kesabaran, ia akan mulai berteriak hingga akhirnya memukul si anak. Thomas W. Phelan, Ph.D. menyebut fenomena ini sebagai “Talk-Persuade-Argue-Yell-Hit Syndrome” atau sindrom Bicara-Bujuk-Debat-Teriak-Pukul.
Orang tua selalu mengharapkan anak yang harus cepat tanggap dan menurut semua yang diperintahkan. Tapi apakah anda sebagai orang tua mengerti apa yang dipikirkan anak sehingga dia mengambil tindakan yang menjengkelkan? Sebenarnya hal ini hanya masalah sederhana saja jika orang tua mengetahui karakter ego seorang anak.
Setiap anak dilahirkan dengan bekal ego khusus yang disebut super-ego. Super-ego adalah naluri mengutamakan diri sendiri tanpa melihat kondisi orang lain. Tujuan ego jenis ini ialah untuk bertahan hidup dengan kemampuan yang ada.
Seorang bayi masih dalam tahap belajar apa pun termasuk komunikasi verbal dan non verbal. Alat komunikasi yang sering digunakannya adalah menangis. Seorang anak yang memiliki super-ego dapat langsung menangis jika kebutuhannya seperti ingin buang air atau sedang lapar harus dipenuhi, akan tetapi ia akan langsung menenangkan diri dengan berhenti menangis dengan tiba-tiba jika kebutuhannya sudah terpenuhi. Inilah gunanya super-ego.
Satu hal yang perlu kita perhatikan pada masalah super-ego adalah bahwa anak melakukan hal tersebut tanpa perasaan yang bersifat negatif, seperti kebencian, dendam atau keinginan untuk menyusahkan orang lain, dalam hal ini orang tua, ia cuma butuh sesuatu dan berusaha mendapatkannya.
Orang tualah yang seharusnya mendidik agar si anak dapat secara bertahap menurunkan ego serta mampu mengendalikannya. Perlu diingat bahwa anak belajar dari situasi yang dialaminya. Mereka mengingat kejadian menyenangkan maupun yang tidak. Jika ia mengalami kejadian menyenangkan, ia akan berusaha mencari cara agar ia dapat mengulang lagi kejadian itu.
Kejadian kecil seperti diperhatikan ayah/ibunya, merupakan hal yang hebat di matanya. Konsekuensinya, seringkali ada saat di mana si anak membuat jengkel orang tuanya hanya karena mencari perhatian mereka. Anak sedang belajar mencari cara yang baik dan mampu dilakukannya untuk mendapatkan perhatian orang tuanya. Bila sesekali ia melakukan kesalahan karena mencoba cara yang tidak baik, sangatlah wajar.
Janganlah merespon dengan tindakan keras seperti marah, membentak dan memukulnya. Cukup dengan menyadarkan anak bahwa cara yang ia tempuh salah. Dan untuk itu, diperlukan penyampaian berulang-ulang secara efektif hingga ia sadar. Orang tua sering tidak sabar dan tak mampu mengendalikan ego pada tahap ini.
Sudahkah kita menjadi teladan anak-anak kita dengan mampu mengendalikan ego kita?