Sering
para orang tua mengalami hal-hal menjengkelkan dari perilaku anak.
Biasanya orang tua akan mengingatkan pelan-pelan, bila si anak masih
tidak menurut, ia akan berusaha membujuk. Lalu mereka akan mulai
berdebat, bila orang tua sudah tidak mampu mengendalikan kesabaran, ia
akan mulai berteriak hingga akhirnya memukul si anak. Thomas W. Phelan,
Ph.D. menyebut fenomena ini sebagai “Talk-Persuade-Argue-Yell-Hit
Syndrome” atau sindrom Bicara-Bujuk-Debat-Teriak-Pukul.
Orang
tua selalu mengharapkan anak yang harus cepat tanggap dan menurut semua
yang diperintahkan. Tapi apakah anda sebagai orang tua mengerti apa
yang dipikirkan anak sehingga dia mengambil tindakan yang menjengkelkan?
Sebenarnya hal ini hanya masalah sederhana saja jika orang tua
mengetahui karakter ego seorang anak.
Setiap
anak dilahirkan dengan bekal ego khusus yang disebut super-ego.
Super-ego adalah naluri mengutamakan diri sendiri tanpa melihat kondisi
orang lain. Tujuan ego jenis ini ialah untuk bertahan hidup dengan
kemampuan yang ada.
Seorang
bayi masih dalam tahap belajar apa pun termasuk komunikasi verbal dan
non verbal. Alat komunikasi yang sering digunakannya adalah menangis.
Seorang anak yang memiliki super-ego dapat langsung menangis jika
kebutuhannya seperti ingin buang air atau sedang lapar harus dipenuhi,
akan tetapi ia akan langsung menenangkan diri dengan berhenti menangis
dengan tiba-tiba jika kebutuhannya sudah terpenuhi. Inilah gunanya
super-ego.
Satu
hal yang perlu kita perhatikan pada masalah super-ego adalah bahwa anak
melakukan hal tersebut tanpa perasaan yang bersifat negatif, seperti
kebencian, dendam atau keinginan untuk menyusahkan orang lain, dalam hal
ini orang tua, ia cuma butuh sesuatu dan berusaha mendapatkannya.
Orang
tualah yang seharusnya mendidik agar si anak dapat secara bertahap
menurunkan ego serta mampu mengendalikannya. Perlu diingat bahwa anak
belajar dari situasi yang dialaminya. Mereka mengingat kejadian
menyenangkan maupun yang tidak. Jika ia mengalami kejadian menyenangkan,
ia akan berusaha mencari cara agar ia dapat mengulang lagi kejadian
itu.
Kejadian
kecil seperti diperhatikan ayah/ibunya, merupakan hal yang hebat di
matanya. Konsekuensinya, seringkali ada saat di mana si anak membuat
jengkel orang tuanya hanya karena mencari perhatian mereka. Anak sedang
belajar mencari cara yang baik dan mampu dilakukannya untuk mendapatkan
perhatian orang tuanya. Bila sesekali ia melakukan kesalahan karena
mencoba cara yang tidak baik, sangatlah wajar.
Janganlah
merespon dengan tindakan keras seperti marah, membentak dan memukulnya.
Cukup dengan menyadarkan anak bahwa cara yang ia tempuh salah. Dan
untuk itu, diperlukan penyampaian berulang-ulang secara efektif hingga
ia sadar. Orang tua sering tidak sabar dan tak mampu mengendalikan ego
pada tahap ini.
Sudahkah kita menjadi teladan anak-anak kita dengan mampu mengendalikan ego kita?