1.Ketua Forum Redam Korupsi (FORK) – Cabang Lampung
2.
Ketua Forum Pembelaan Ibu dan Anak– Cabang Lampung
3.Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Cabang Lampung

Senin, 20 Januari 2014

Penegakan Hukum di Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya sudah sesuai dengan UUD tersebut?

Sepertinya amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah lebih dari ½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya berangan untuk mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila kita cermati hukum di  Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan kalaupun hukum ditegakan unsur diskriminatif terlihat jelas dalam proses penegakan hukum tersebut.
Praktik-praktik penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari penyelewangan hukum ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang (politik, perekonomian, budaya dan social). Selain itu menyebabkan masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya ketidak percayaan terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat masyarakat mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim sendiri sangat terlihat di masyarakat kita.
Sebenarnya apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya penegakan hukum di Indonesia yaitu:
1. Lemahnya “politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara.
Dimana supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka yang berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti.
2. Campur tangan politik
Banyak sekali kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur tangan politik didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi menyeret kalangan eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari mentri keuangan lantaran diduga terkait kasus ini. Serta kasus yang terbaru penyalahgunaan dana wisma atlet yang menyeret Nazarudin sebagai tersangka dimana ia adalah salah seorang mantan bendahara umum di salah satu partai yang tengah berkuasa di Indonesia hingga menyeret mantan ketua umumnya Anas Urbaningrum sebagai tersangka pula dan walaupun masih dugaan kasus ini banyak melibatkan para penguasa di Negara ini. Seharusnya hukum tidak bisa dicampur adukan dengan politik. Hukum tidak bisa pandang bulu siapapun itu yang terlibat di dalamnya harus benar-benar diganjar hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan apa kedudukannya di Negara ini.
3. Kedewasaan Berpolitik
Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta cenderung mengadvokasi para kader termasuk ketidakmauan untuk memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap kooperatif dan transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
4. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat.
Hal ini dapat terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan.
5. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama.  Hakikat manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
6. Faktor Sosial Masyrakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum. Tetapi masyarakat Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para aparat tanpa adanya pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola perilaku para penegak hukum. Padahal proses peradilan bukan hanya tentang pasal-pasal melainkan proses perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur social tertentu.
7. Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:
1.  Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup,
2.  Kebutuhan hidup yang mendesak,
3.  Gaya hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang terpikir hanya uang,
5.  Rendahnya gaji PNS,
6.  Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.
Untuk bisa menegakan hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat hukum haruslah taat terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan hukum secara adil juga dapat terjadi di Indonesia.
Kejadian-kejadian yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.